Airmataku menetes pelan-pelan
mengantarkannya dalam peraduan terakhir
perasaan-perasaan duka bersemayam dalam kalbu
setelah berabad-abad mendekap sepuluh jemari
Tepukan tangan yang bertelanjang
derap kaki yang bertelanjang
dengan mata terlanjang aku memandang tubuh telanjang itu
menggores sejarah di ujung riwayat mu
mengiringi syair-syair lewat bahasa indatu
melukiskan kesederhaan kita
Kapan kita pentaskan tarian-tarian itu, lagi!
mengajarkan kebesaran firman-firman Tuhan
namun anak–anak kita telah membunuhnya
satu demi satu tarian-tarian itu telah mati
lalu kita akan menunggu murka-murka Tuhan?
Aceh Besar, 5 Januari 2012
0 komentar:
Posting Komentar