Oleh Ferdian A. Majni
Dara itu bernama lengkap Mutia Azahra. Ia akrab disapa Tia. Awalnya, kata Tia Kepada The Atjeh Post, ia mendengar informasi pemilihan Putri Kopi Aceh 2012 di sekolahnya, SMA Negeri 1 Bandar, Pondok Baru, Aceh Tengah.
Tia mendaftar. Ia ingin mencari pengalaman di ajang tersebut. Bersama tujuh temannya, Tia, lalu diikutsertakan ke tahap penyeleksian di Takengon.
Tak disangka, Tia menjadi pilihan juri untuk mengikuti karantina. Setelah itu ia mendapatkan posisi dua, dari tiga perwakilan putri Kopi Gayo. Tia pun berhak ikut grandfinalnya di Banda Aceh.
“Saya nggak nyangka bisa lulus ke Banda Aceh dan mendapatkan tugas memperkenalkan kopi lebih jauh,” ujarnya di seberang telepon.
Ketika berangkat ke Banda Aceh, Tia tak memiliki persiapan apapun. Ibunya, kata dia, tak mengetahui perihal keikutsertaannya di ajang itu.
“Setelah dinyatakan lulus, Tia baru mengabari mama yang saat itu sedang berada di luar kota sekaligus meminta izin untuk berangkat ke Banda Aceh,” ujar dara kelahiran 12 Juni 1995 itu.
Setelah mendapat izin orangtuanya, persiapan pun ia lakukan. Tia juga dibantu pihak sekolah yang mengurusi keberangkatannya ke Banda Aceh guna mengharumkan nama almamaternya dan daerah asalnya yang terkenal dengan keistimewaan kopi.
Kepedulian pihak sekolah bukan tanpa alasan. Tia dikenal sebagai siswa yang pintar dan punya segudang prestasi di sekolahnya. “Tia dapat rangking satu dari kelas satu sampai kelas dua, dan sering menjuarai olimpiade juga,” ujar dara berkulit sawo matang itu.
Di luar kopi, Tia punya beberapa prestasi lain. Ia pernah meraih juara Olimpiade Matematika se-Aceh, Olimpiade OSN se-Aceh dan Debat Bahasa Inggri se-provinsi mewakili sekolahnya.
“Tia juga pernah dapat penghargaan dari Brantas (Badan Rakyat Anti HIV/AIDS) pada tahun 2010 lalu,” ujar dara yang gemar membaca dan menulis itu.
Di Banda Aceh, Tia kembali dihadapkan pada tantangan mengenali beberapa jenis kopi. Ia juga mendatangi langsung warung kopi luwak di Rumoh Kupi. Selain itu Tia juga melakukan beberapa persiapan lainnya guna mendukung kemantapan pada malam puncak acara tersebut.
“Tia sering ngopi dan keluarga Tia juga punya kebun kopi. Jadi sedikit lebih ngerti tentang perihal jenis kopi,” ujar anggota muslimah Hizbut Tahrir Indonesia tersebut.
Pada malam puncak Grand Final Miss Coffe Indonesia 2012 yang digelar di Museum Tsunami Banda Aceh, Tia masuk dalam 10 finalis. Ia memang tak didaulat sebagai pemenang pertama. Tia mendapat posisi tiga.
“Walau tak menjadi yang pertama, Tia bahagia karena dapat mengharumkan nama sekolah dan daerahnya," ujar Tia.
Hanya saja ia sedikit kecewa karena tak bisa mewakili Aceh untuk mempromosikan kopi ke tingkat nasional bahkan internasional.
“Insya Allah, ke depan saya ingin mengembangkan prospek kopi yang ada di daerah saya untuk dikenal lebih luas, bukan hanya kopi Gayo dan kopi Ulee Kareng saja yang ada di Aceh,” kata Tia.[]
Sumber: atjehpost.com
Foto: Dok Praibadi
0 komentar:
Posting Komentar