. Dedikasi Profesor Perempuan Pertama Milik Unsyiah ~ Catatan Polem
animated gif how to

Jumat, 08 Maret 2013

Dedikasi Profesor Perempuan Pertama Milik Unsyiah


Oleh Ferdian A Majni

“Sepanjang sejarah Unsyiah baru kali ini memiliki guru besar perempuan, Profesor Cut Zahri Harun dan Profesor Murniati adalah guru besar pertama yang dimiliki Unsyiah,” kata Rektor Unsyiah Prof. Darni Daud, Senin  21 Mei 2011 lalu seperti diberitakan portal okezone.com

Berbicara tentang pendidikan. Dewasa ini, peran perempuan turut andil dalam kemajuan dunia pendidikan.  Baiknya di Indonesia sendiri atau luar negeri. Nah, dalam Peringatan Hari Perempuan Sedunia, yang selalu dikenang pada 8 Maret tiap tahunnya.  Pun demikian, saya berkesempatan mewawancarai seorang perempuan yang sangat peduli tehadap pendidikan, bahkan sebagian hidupnya didedikasikan dalam bidang pendidikan.

Di gedung pascasarjana Unsyiah, sosok perempuan paruh baya itu dengan ramah mempersilahkan saya. Dengan tutur bahasa lembut, ia memperkenal diri, namanya Prof Dr Dra Murniati AR MPd. Saat ini menjabat sebagai ketua Prodi S2 Magister Administrasi Pendidikan.

Walau usianya semakin lanjut, aura kecantikan masih terlihat di wajahnya. Penampilannya sangat anggun dan berwibawa, siapa sangka bahwa ia adalah peraih gelar profesor perempuan di Unsyiah.
Ibu Mur, begitula ia sering di sapa oleh mahasiswanya atau rekan sejawatnya. Berikut perjalanan pendidikan Ibu Mur hingga meraih gelar profesor di Universitas Jantong Rakyat Aceh tersebut.

Ia lahir di Meulaboh pada 7 Mei 1960 lalu, namun kedua orangtuanya berasal dari Simeulue, sejak kecil hingga remaja ia habiskan di kediamannya, mulai dari pendidikan sekolah dasar di SD Muhammadiyah, SMP Negeri 1, hingga SPG Negeri Meulaboh.

Pertualangan berlanjut. Tatkala remaja seusianya kala itu lebih memilih menikah, Mur memilih menundanya. Ia rela mengejar mimpinya dulu hingga ke Banda Aceh untuk melanjutkan pendidikan. Pada tahun 1980, ia resmi tercatat sebagai mahasiswa Jurusan Administrasi Pendidikan FKIP Unsyiah.
Saat menempuh pendidikannya di Unsyiah, ia menemui belahan jiwanya. Mur mengakhiri masa lajangnya dengan dipersunting oleh Dr Nasir Usman yang tak lain adalah kakak letingnya di Unsyiah.

Buah cintanya dengan Nasir Usman yang juga Wakil kepala sekolah Lab School itu dianugerahi dua orang anak, putra pertamanya, Ilhamul Chairul sedang menyelesaikan semester akhirnya di Jurusan Kedoktoran Gigi Fakultas Kedokteran Unsyiah dan putra bungsunya, Ichsanul Basili masih menempuh pendidikan sekolah menengah atas di SMA Fatih School.

Selain mengajar mahasiswa S1 dan S2 di FKIP Unsyiah, ia juga disibukan dengan kebiasaanya membaca, menulis, dan memberikan seminar dan kegiatan lain yang berhubungan dengan pendidikan.

Semasa sekolah, ia kerap meraih prestasi yang membanggakan sekolahnya, pun kedua orangtuanya. Begitu juga kala ia menempuh pendidikan di FKIP Unsyiah, ia acapkali meraih penghargaan sebagai mahasiswa terpuji.

Pada tahun 1985, ia berserta suaminya berangkat ke Bandung untuk menyelesaikan pendidikan S2 di IKIP Bandung dan pendidikan S3 di UPI Bandung, di sana ia menempuh pendidikan dengan predikat coumlaude.

Puncaknya adalah ketika ia meraih persetasi yang sangat membanggakan Unsyiah, pada tanggal 1 Desember 2010, melalui SK menteri Pendidikan ia resmi menjadi Profesor sekaligus menjadi perempuan pertama di Unsyiah yang meraih gelar tersebut.

Selain itu, pada jabatan fungsionalnya di Unsyiah, ia juga merupakan guru besar Administrasi pendidikan FKIP Unsyiah.

Pencapainya itu bukan tanpa usaha dan semangat pendidikan dalam dirinya, ia terlibat aktif pada setiap pelatihan professional, seperti pertemuan pengelola pascasarjana di Bali, pengelolaan Jurnal Ilmiah di Universitas Negeri Malang dan pendidikan tinggi beretika dan berdaya mewujudkan perubahan hakiki di Universitas Mulawarman Kaltim.

Mengenai pendidikan, ia berpedapat pada dasarnya manusia dilihat dari prilakunya. Dimana berprilaku sesuai aturan yang ada pada rujukan ketentuan, baik dan buruknya harus berdasarkan adat atau aturan yang berlaku maupun agama. Namun menurut etika adalah aturan yag dilakukan setiap individu. Dalam hal ini pontensi seseorang yang berpendidikan, maka dibagi menjadi 4 potensi, diantaranya individual, sosial, susila,dan spiritual.

“Bagaimana saharusnya pontensi-pontensi ini dapat dikembangkan lewat informasi yang kita dengar, atau yang diberikan oleh orangtua, guru, dosen atau ligkungan. Semua harus mampu memberikan kesadaran pada diri kita,” Ujarnya.

Begitu juga kemampuan untuk bereksitensi, kemampuan untuk berkomunikasi. Maka pontensi yang ada pada diri kita harus dikembangkan. “Seharusnya mahasiswa melakukan perihal yang berhubungan dengan pendidikan bukan saja dilakukan di kampus, bisa juga di rumah dan di lingkungan lain,” lanjutya.

“Mahasiswa seharusnya sudah memiliki kematangan berpikir. Bertindak dan berprilaku, sebaiknya apa yang kita pikirkan, apa yang kita katakan, apa yang kita buat harus terintergrasi” tutur pemilik karya ilmiah Moral dan Etika Sebagai Sistem dan Perangkat Organisasi.

Menurut Ibu Mur, perkembagan pendidikan sekarang ada sisi positif dan negatif. Dalam kontek perilaku, di mana pada sisi berpakaian, seperti masa dulu, mahasiswi-mahasiswi belum berjilbab, maka dibandingkan dengan generasi dulu dan sekarang, dalam kontek prilaku dan berpakaian itu lebih hebat sekarang. "di mana kita lihat generasi Aceh, baik siswa atau mahasiswa sudah berjilbab sekarang."

“Mahasiswa sekarang telah memiliki pemahaman terhadap satu kondisi, mahasiswa mampu melakukan penyaringan-penyaringan terhadap satu kondisi yang sesuai kondisi kehidupannya. Baik adat istiadat dan agama,” ungkap peneliti Pemberdayaan Sekolah Menengah Kejuruan Melalui Manajemen Stratejik di SMKN Banda Aceh.

"Mahasiswa harus melakukan pemantapan dan harus mengoptimalisasi dari satu pemahaman yang mereka miliki, karena dalam diri kita ada nafsu, akal, kemauan dan imitasi."

Dalam menunjang pendidikan, dalam pandangannya pun sekarang pun teknologi lebih berkembang.
“Waktu masa Ibu, internet tidak ada, sangat penting bagi generasi sekarang untuk mampu menyeleksi sumber informasi yang ada,” sebut anggota penilai peneliti terbaik Unsyiah.

"Maka pendidikan itu adalah usaha sadar yang dilakukan oleh pihak yang bertangung jawab, baik orangtua, guru atau orang yang terlibat dalam masyarakat (tokoh masyarkat) yang memiliki akses terhadap pertumbuhan pendidikan, baik dalam kontek pola pikir, prilaku, maupun pola kreatifitas. Jadi dalam kontek pendidikan, semua itu tidak bisa berdiri sendiri, sangat dipengaruhi oleh pengambilan kebijakan para politikal, baik ditingkat sekolah dan universitas."

Oleh karena itu, lanjutnya, pemeritah daerah dan pusat harus sama-sama bersinergi, sehingga kita tidak saling menyalahkan.

"Perlu kita camkan bersama, baik orangtua, guru dan dosen. setiap pihak harus berkontribusi terhadap peran-peran yang kita mainkan. Sehingga nanti apa yang dilihat dirumah, sekolah, kampus dan di masyarakat, semua kita mampu memberi warna-warna positif untuk melakukan re-regenerasi, karena semua itu tidak bisa dilakukan satu pihak atau dua pihak, tapi semua pihak harus terlibat."
Ia juga memesankan generasi Aceh seharusya mampu melihat kemampuan dan pontensi-pontensi yang ada padanya dan dikembangkan secara positif, sesuai dalam kondisi apa yang nyata.

“Dalam melakukan kegiatan, apapun itu boleh tapi tidak lepas kontrol dari akar budaya. Karena orang Aceh itu penuh dengan kasih sayang, kelembutan, saling toleransi sehingga dalam kontek pendidikan tadi, bagaimana membuat orang berbudaya. Memiliki satu kebiasaan dan harus kita pertahankan
itu, seperti kebiasaan nenek moyang kita, memiliki sifat kejujuran, gotong royong, saling tegur sapa dan saling mengingatkan,”ujar dosen pengajar mata kuliah Pengantar Manajemen Pendidikan di FKIP Unsyiah.

Namun ada juga budaya yang harus kita perbaiki, “misalnya seperti keunduri, tidak mungkin kita melaksanakan kenduri tujuh hari tujuh malam dan tidak tidak perlu efuria juga karena kita harus melihat terlebih dahulu dan kita pertimbangkan, karena itu ada yang perlu kita pertahanakan dan ada yang perlu kita perbaiki bahkan ada yang perlu dihilangkan, misalkan dulu dalam kontek pendidikan seks, masyarakat kita sangat tabu mendengarnya, namun sekarang kita harus terbiasa memahami perihal pendidikan seks, baik cara bergaul dalam menuntut ilmu dan jangan sampai kita kehilangan harkat dan martabat,”jelas Ibu Mur yang juga peserta Simposium Membagun Pendidikan Bangsa di ISPI Bandung.

Mengenai kepedulian pemerintah sendiri, Murniati berpendapat pemerintah mulai peduli terhadap pendidikan, seperti adanya beasiswa, pendirian berbagai asosiasi pendidikan, dan rekrutmen dalam berbagai kegiatan, namun ada hal-hal yang perlu di optimalkan dan dikembangkan.

“Seperti asosiasi universitas negeri dan swasta harus bersinerji karena mereka adalah mitra dalam menunjang keberhasilan pendidikan,”terang instruktur pada pelatihan calon kepala sekolah.

Sebagai guru besar di Unsyiah, nantinya Murniati akan melakukan berbagai kegiatan, pendidikan, pengajaran dan penulisan sesuia program yang ia geluti. Dalam berprilaku pun kita harus menjalankannya sesuai dengan norma-norma yang berlaku sehingga apa yang kita katakan dapat memberi kontribusi nyata terhadap mahasiswa dan masyarakat dan mampu berprilakau baik.

“Kita juga akan melakukan penelitian yang menjadi data dan informasi dalam pengambilan keputusan dan perbaikan pendidikan di masa mendatang,” tutup pemilik makalah Peningkatan Mutu Kinerja Kepala Sekolah pada Seminar Nasional Peningkatan Kualitas Pendidikan di ISMAPI Sumatera Utara. []

Related Posts by Categories



1 komentar: