. 5 Musisi dan Band yang Menyuarakan Protes ~ Catatan Polem
animated gif how to

Rabu, 26 Oktober 2011

5 Musisi dan Band yang Menyuarakan Protes


Beragam cara dilakukan manusia untuk menyampaikan ketidaksukaan, ketidaksetujuan, dan penolakan atas sikap yang dilakukan oleh manusia lainnya. Melakukan demonstrasi di jalanan, melakukan tindakan seni grafiti, mural, dan bahkan menjahit mulut ataupun kekerasan diri secara fisik. Namun satu cara yang tidak pernah luput adalah melalui musik dan liriknya yang ‘pedas’, secara luas hal demikian dilakukan oleh 5 musisi dan band berikut:

1. Phil Ochs

Phil Ochs (sumber: metrocinema.org,uniknya.com)

Penyanyi Texas yang doyan berkeliling ke berbagai daerah ini, merupakan salah satu figur musisi yang menyaingi Dylan dalam melakukan protes melalui sebuah lagu. Suara perak yang dimilikinya sangatlah tulus, hingga suatu masa sulit harus ia alami, kerusakan pada pita suara cukup mengganggunya untuk bernyanyi dan mungkin itu juga yang menyebabkan ia memutuskan untuk bunuh diri pada tahun 1976. Krisis misil Kuba, Perang Vietnam, Pergerakan Hak Asasi, kebijakan tentang senjata api, kemiskinan…adalah isu-isu yang Och angkat dalam setiap lagunya, bahkan ia menuliskannya dengan tegas sebuah pernyataan seperti,”I Ain’t Marching Anymore” serta sebuah pernyataan sinis “Outside of a small circle of friends.” Ia adalah seorang yang hebat, dan lagu-lagunya sangat cocok bagi orang yang tertarik terhadap gejolak sosial, lagu-lagu yang tak lekang oleh zaman.

2. Public Enemy

Public Enemy (Sumber: sweetslyrics.com)

Album yang berjudul “It Takes a Nations of Millions to Hold Us Back,” mengungkapkan semuanya. Di penghujung tahun era 80’an dan awal 90’an, Public Enemy merupakan suara yang  mewakili kaum kulit hitam di Amerika Serikat, yang disampaikan melalui sebuah konsep musik dan lirik. Mereka dengan terbuka membicarakan ketimpangan kekuasaan dan birokrasi, seperti dalam lagu “Don’t Believe the Hype,” “She Watch Channel Zero,” “911 Is a Joke,” “Fight the Power,” dan “Fear of a Black Planet”. Cerdas, jelas dan memiliki irama serta nada yang menghentak, P.E (Public Enemy) adalah sebuah perlawanan terhadap arus trend yang terdapat dalam tema musik hip hop. Berbeda dengan penyanyi dan kelompok lainnya, P.E menjadikan musik hip hop adalah sebuah kebebasan berbicara dan menumpahkan ide-ide brilian yang menyayat kaum penguasa.

3. MC5


Lagu “Kick out the jams motherf—ers” mungkin tidak terlihat sebagai sebuah protes, namun lirik berbalut semangat rock n’r roll ini berisi sebuah serangan terhadap perkembangan industri hiburan yang ada di Kota Detroit di penghujung tahun 1960’an. MC5 mencoba memperluas pengaruh dan menghujam  pandangan industri dan elemen musik lain dengan caranya. Mereka memainkan musik secara acak dan eksperimental, demikian pula dengan penampilannya, berimprovisasi dengan ‘gitar kembar’ dengan volume sesuai intuisi mereka. Radikalisme  yang mereka miliki didukung oleh sang manajer John Sinclair, bahkan mereka memperluas struktur musik lagu John Lee Hooker sebagai cover version, “Motor City is Burning.” Gaya mereka banyak memengaruhi musik generasi berikutnya seperti Sonic Youth dan lain lain.

4. U2

U2 (Sumber: fastcompany.com,uniknya.com)

Selama berada dipermukaan publik musik, mungkin band asal Irlandia U2 sepertinya berusaha mendominasi dunia musik pop dengan kreatifitas mereka, dan tidak banyak yang mengetahui sepak terjang mereka dalam pergerakan lainnya, yakni berusaha menciptakan kedamaian dan kesejahteraan di bumi. Lagu seperti “Get on Your Boots,” yang berisikan tentang perang, serta “No Line on the Horizon,”  yang berisikan sebuah pandangan mengenai tidak adanya batas yang menghalangi pergerakan manusia di manapun. Demikian pula dengan beberapa lagu klasik mereka seperti “New Year’s Day,” “Pride (In the Name of Love)” dan “Second”  beberapa dekade lalu.

5. Rage Against the Machine

Rage Against the Machine (sumber: clashmusic.com,uniknya.com)

Mereka lahir di era kejayaan musik alternatif rock, band asal Kota Los Angeles, Amerika Serikat, Rage Against the Machine, menghentak publik musik dengan lagu “Killing in The Name of..”, “Bullet in the Head,” dan “Bulls on Parade,” yang berasal dari sebuah pemikiran dan pandangan mereka terhadap rasisme yang masih berlangsung. Band yang beranggotakan anak muda kreatif yang dimotori oleh Tom Morello, ia menjadikan permainan sound dan teknik gitarnya sebagai karakter khas RATM dari tahun 1991 hingga 2000. Band ini sempat vakum, karena sang gitaris dan vokalis, Tom dan Zack lebih terlibat dalam sebuah pergerakan sosial-politik,  mereka berjalan melawan dan menentang kebijakan terutama yang berbau oligarki serta kapitalisme. (**)

Related Posts by Categories



0 komentar:

Posting Komentar